Pekanbaru, KilasNegeri– Dugaan manipulasi data dalam perubahan akta PT Shali Riau Lestari kembali mencuat setelah pemegang saham mayoritas, Marta Uli Emmelia, menyatakan tidak pernah mengetahui ataupun menyetujui perubahan struktur kepemilikan perusahaan yang tertuang dalam Akta Perubahan tanggal 21 Juni 2022 Nomor 08.
PT Shali Riau Lestari sendiri berdiri pada 25 Januari 2011 dengan komposisi awal 950 saham atas nama Marta Uli Emmelia sebagai Direktur, dan 50 saham atas nama Dian Roslila Pangaribuan selaku Komisaris.

Perubahan pertama tercatat pada 5 Oktober 2011, yang menyetujui adanya transaksi jual beli saham. Dalam perubahan tersebut, Nyonya Dian Roslila Pangaribuan menjual seluruh sahamnya sebanyak 50 lembar atau senilai Rp50.000.000 kepada Tuan Sahala Sitompul. Selanjutnya, pada 21 Februari 2017, Sahala Sitompul resmi menjabat sebagai Komisaris, namun struktur kepemilikan saham tetap tidak mengalami perubahan signifikan—Marta tetap memegang 950 saham, dan Sahala 50 saham.
Polemik bermula ketika muncul Akta Perubahan terbaru tertanggal 21 Juni 2022. Dalam dokumen itu, posisi Direktur Utama masih dipegang oleh Marta Uli Emmelia, namun hanya dengan 500 saham. Sementara itu, muncul nama Roderick Manna Yunita sebagai Direktur dengan kepemilikan 450 saham, dan Sahala Sitompul tetap sebagai Komisaris dengan 50 saham.
Yang menjadi sorotan adalah pengakuan dari Marta Uli Emmelia yang menyatakan tidak pernah dilibatkan dalam proses perubahan tersebut.
“Saya tidak pernah tahu, tidak pernah menyetujui, dan tidak pernah menandatangani perubahan akta itu di hadapan notaris,” tegas Marta, sebagaimana disampaikan oleh sumber terpercaya.
Lebih lanjut, sumber tersebut mengungkapkan bahwa perubahan akta tersebut dilakukan tanpa kehadiran maupun persetujuan Marta sebagai pemegang saham mayoritas, yang seharusnya menjadi syarat mutlak dalam proses perubahan struktur kepemilikan perusahaan. Bahkan, notaris yang membuat akta perubahan itu telah dilaporkan ke Dewan Pengawas Notaris Provinsi Riau dan kini tengah dalam pemeriksaan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak-pihak terkait, termasuk notaris serta nama-nama yang tercantum dalam akta perubahan, belum memberikan klarifikasi resmi meski telah dimintai tanggapan oleh sejumlah media.
Kasus ini kembali menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses hukum perusahaan, terutama yang berkaitan dengan hak-hak pemegang saham mayoritas. Bila terbukti terdapat pelanggaran hukum, tidak menutup kemungkinan kasus ini akan berlanjut ke ranah pidana.