Menu

Mode Gelap
Babinsa Hadiri Rapat Koordinasi Persiapan MTQ ke-XII Tingkat Kecamatan Panongan Dorong Produktivitas Pertanian, Babinsa Hadiri GNPIP 2025 Provinsi Banten Danramil Legok dan Muspika Tanam Jagung Bareng Warga, Dukung Ketahanan Pangan Pangkalan TNI Angkatan Laut Bandung Gelar Panen Raya Kacang Kedelai Secara Serentak oleh TNI AL Polsek Duren Sawit Beri Edukasi Kenakalan Remaja dan Stop Bullying di SMP IT Ar Rudho Bhabinkamtibmas Malaka Sari Sosialisasikan Program “Gerakan Ibu Memanggil” di Rusun Klender

Kejaksaan

JAM-Pidum Menyetujui 4 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Perbuatan Tidak Menyenangkan di Biak Numfor

badge-check


JAM-Pidum Menyetujui 4 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Perbuatan Tidak Menyenangkan di Biak Numfor Perbesar


Jakarta, Kilas Negeri – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 4 (empat) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Senin, 11 Agustus 2025.

Salah satu perkara yang disetujui penyelesaiannya melalui mekanisme keadilan restoratif adalah terhadap Tersangka Robert Lorens Nap, S.IP, dari Kejaksaan Negeri Biak Numfor, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.

Perkara ini bermula ketika suatu hari Tersangka Robert Lorens Nap, S.IP, dalam keadaan mabuk, terlibat adu mulut dengan saksi Tresya Paula Jane di halaman Kantor Bank Perekonomian Rakyat Modern Express Cabang Supiori.

Mendengar keributan tersebut, korban Lydia Andini, S.Pd keluar untuk menanyakan permasalahan. Tersangka kemudian memukul pintu masuk kantor dengan keras sehingga membuat korban terkejut dan merasa takut. Tersangka masuk ke kantor sambil melontarkan kata-kata bernada ancaman, lalu meninggalkan tempat tersebut.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Biak Numfor Hanung Widyatmaka, S.H., Kasi Pidum Stevy Stollane Ayorbaba, S.H. dan Jaksa Fasilitator Aulya Ramadheny, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Proses perdamaian telah dilakukan secara sukarela antara Tersangka dan korban pada 5 Agustus 2025. Tersangka belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan menyatakan tidak akan mengulanginya.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Biak Numfor mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Hendrizal Husin, S.H., M.H.

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin 11 Agustus 2025.

Permohonan penghentian penuntutan diajukan oleh Kejaksaan Negeri Biak Numfor dan disetujui oleh JAM-Pidum dalam ekspose pada 11 Agustus 2025.

Selain perkara tersebut, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap 3 (tiga) perkara lainnya, yaitu:

1. Tersangka Jamaris bin Alm. Zainudin, dari Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

2. Tersangka Revi Yulia, S.Kel. alias Kak Tari binti Alm. Anas B dari Kejaksaan Negeri Aceh Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

3. Tersangka Hendri Yaputra alias Afen anak dari Awon, dari Kejaksaan Negeri Pangkalpinang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
● Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Para Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
● Para Tersangka belum pernah dihukum;
● Para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
● Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
● Para Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
● Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
● Para Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
● Pertimbangan sosiologis;
● Masyarakat merespon positif.

Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.

Loading


Baca Lainnya

Wakajati Kepri: Korupsi Bukan Hanya Soal Orang, Tapi Soal Pemulihan Kerugian Negara.

7 Oktober 2025 - 11:53 WIB

Semangat Pancasila Jadi Landasan Penegakan Hukum, Kajati Kepri Pimpin Upacara Hari Kesaktian Pancasila 2025

1 Oktober 2025 - 04:36 WIB

Jaksa Garda Desa Live in Banten, Pelopor Pencegahan dan Pendampingan Hukum Aparat Desa

30 September 2025 - 03:10 WIB

Kajati Kepri dan Jajaran Dikunjungi Komjak RI, Kajati: Komjak RI Mitra Strategis dalam Perbaikan Kinerja Kejaksaan.

29 September 2025 - 08:50 WIB

Kajati Kepri Hentikan Penuntutan Kasus Penganiayaan di Karimun Melalui RJ.

29 September 2025 - 05:30 WIB

Trending di Kejaksaan